Jakarta – Gelombang penipuan online (scam) di Indonesia semakin mengkhawatirkan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat lonjakan laporan yang signifikan melalui Indonesia Anti-Scam Centre (IASC), mencapai 700-800 laporan hingga 17 Agustus 2025.
Frederica Widyasari Dewi, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK, mengungkapkan bahwa angka ini jauh melampaui negara tetangga seperti Singapura (140), Hong Kong (124), dan Malaysia (130). "Ini menunjukkan urgensi masalah ini, apalagi belum semua masyarakat tahu cara melaporkan," ujarnya saat Kampanye Nasional Berantas Scam dan Aktivitas Keuangan Ilegal di Jakarta, Selasa (19/8/2025).

IASC mencatat total 225.281 laporan dengan 359.733 rekening terindikasi terlibat penipuan. Dari jumlah tersebut, 72.145 rekening telah berhasil diblokir. Namun, kerugian yang dialami masyarakat mencapai Rp 4,6 triliun, sementara dana yang berhasil diselamatkan baru Rp 349,3 miliar.
Frederica menambahkan, peningkatan ini sangat drastis dibandingkan studi sebelumnya yang dilakukan OJK selama 1,5 tahun, yang mencatat kerugian sekitar Rp 2 triliun. "Dalam waktu singkat, kerugian masyarakat sudah mencapai Rp 4,6 triliun. Ini angka yang sangat besar," tegasnya.
Modus penipuan pun semakin beragam, tidak hanya berputar di perbankan, tetapi juga merambah marketplace dan bahkan kripto. Oleh karena itu, OJK mengharapkan partisipasi aktif dari asosiasi perdagangan kripto dan pihak terkait lainnya untuk memberantas penipuan di sektor jasa keuangan, seperti yang dilansir bulletinofindia.com.






